Menurut Sugiarta, nama itu diambil karena lokasi gunung berdekatan dengan pulau Kawio sebelah barat di kepulauan Sangihe Talaud. Selain itu, di dalam gunung api bawah laut itu terdapat beberapa titik sumber panas bumi dan ribuan spesies unik yang bertahan hidup dengan memakan bakteri disekitar gunung api bawah laut.
Sugiarta mengatakan, penelitian itu itu dilakukan dengan menggunakan kapal Okeanos dari Amerika Serikat dan kapal Baruna Jaya IV dari Indonesia pada kedalaman 6000 meter. Penelitian ini baru pertama kali dilakukan dan merupakan satu-satunya riset di dunia yang menggunakan teknologi canggih dengan kolaborasi antara kapal Okeanos milik tim riset National Oceanic Athmospheric Administration (NOAA) Amerika dan kapal Baruna Jaya 1V milik Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Indonesia.
Keberadaan gunung api bawah laut serta sumber panas bumi dan biota lainnya terekem dengan jelas oleh robot yang terpasang kamera berresolusi tinggi. Robot tersebut oleh ilmuan dari Indonesia dan Amerika disebut Remotely Operated Vehicle (ROV).
Saat robot mengambil gambar aktivitas gunung berapi itu, visualnya dapat dilihat oleh semua peneliti berada di Jakarta atau di Amerika. Sebab, tampilan gambar hidup dan data-data yang ada dibawah laut melalui robot kecil itu terkirim secara langsung melalui satelit. ”Lalu satelit mengirimkan video dan suaranya ke Expedition Command Centre yang ada didua lokasi, yakni di Jakarta dan Seattle, Amerika,” kata Jeremy Potter, ilmuan dari NOAA.
Hal itulah yang menurutnya menjadikan riset ini sebagai riset tercanggih. Karena peneliti tidak harus berada di atas kapal, tapi bisa di darat dengan memanfaatkan teknologi. ”Yang ada dalam kapal hanya beberapa orang saja, sedang isi kapal adalah alat-alat canggih,” terang Jeremy.
Penelitian yang melibatkan 20 ilmuan dari indonesia dan 8 ilmuan dari Amerika itu, memulai ekspedisinya pada tanggal 24 Juni 2010 dan direncanakan berakhir tanggal 14 Agustus mendatang.
Webb Pinner, juga dari dari NOAA, mengatakan, riset laut dalam ini adalah pertama kali dilakukan oleh kapal Okeanos dan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia. Kegiatan tersebut, kata dia, merupakan bagian kerjasama kemitraan jangka panjang antara Indonesia dan Amerika untuk memajukan ilmiah kelautan, teknologi dan pendidikan.
Namun dari hasil riset itu, ilmuan dari Indonesia maupun Amerika belum mengidentifikasi, apakah ekosistem bawah laut tersebut merupakan temuan baru atau sudah ditemukan ditempat lain.
”Kami baru fase identifikasi dan belum bisa mengatakan bahwa temuan ini hanya ada di kepulauan Sangihe Talaud,” tambah Noorsalam Nganro, peneliti dari Institut Teknologi Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar